Kalau dikatakan pacar, ada unsur antara ke-iya-an dan ke-ragu"-an di dalam dirinya. Antara ingin mengatakan "iya" namun kemudian masih bimbang mengingat hal-hal yang lalu. Kucoba berulang kali tuk menanyakan status ini pada orang tersebut, kulakukan hal-hal yang aku yakin bisa mendorongnya mngetakan "iya" dengan lantang. Namun mungkin masing masing dari kami memiliki alasan kuat tersendiri mengapa status itu penting atau tidak. Dia mungkin bisa memberikan alasan yang logis mengenai hal ini, tentang perhelatan antara keyakinan kami, hal-hal buruk yang menimpanya dulu, dan hal-hal lainnya. Tapi toh aku juga masih "in" padanya. Walaupun dia sudah membuat luka, dengan ber****** dengan orang lain. Memang cinta tak lebih dari alasan logis untuk mengatakan yang benar dan tidak untuk seharusnya. Dan akhirnyapun, dia mengiyakannya...
Kamis, 06 November 2008
Status, Penting atau Tidak?
Orang bilang, status tidaklah terlalu penting dalam suatu hubungan, aku sempat mengiyakan argumen tersebut. Tapi tidak lagi, ketika aku mengalaminya sendiri. Bayangakan jika sedang dilanda cinta dan orang yang kita cintai tidak memberikan status yang lazim, yang normal menurut arti katanya. Padahal orang tersebut jelas" juga membalas cinta yang kita berikan. Dalam artian, dua orang saling mencintai namun tak ada status akan hubungan tersebut. Istilahnya "Hubungan Yang Menggantung". Kalau dikatakan teman, mengapa masih ada koneksi sentuhan cinta melalui tangan, kaki, dan wajah? mengapa masih ada pelukan pelukan hangat disela sela pertemuan singkat namun indah?
Kalau dikatakan pacar, ada unsur antara ke-iya-an dan ke-ragu"-an di dalam dirinya. Antara ingin mengatakan "iya" namun kemudian masih bimbang mengingat hal-hal yang lalu. Kucoba berulang kali tuk menanyakan status ini pada orang tersebut, kulakukan hal-hal yang aku yakin bisa mendorongnya mngetakan "iya" dengan lantang. Namun mungkin masing masing dari kami memiliki alasan kuat tersendiri mengapa status itu penting atau tidak. Dia mungkin bisa memberikan alasan yang logis mengenai hal ini, tentang perhelatan antara keyakinan kami, hal-hal buruk yang menimpanya dulu, dan hal-hal lainnya. Tapi toh aku juga masih "in" padanya. Walaupun dia sudah membuat luka, dengan ber****** dengan orang lain. Memang cinta tak lebih dari alasan logis untuk mengatakan yang benar dan tidak untuk seharusnya. Dan akhirnyapun, dia mengiyakannya...
Kalau dikatakan pacar, ada unsur antara ke-iya-an dan ke-ragu"-an di dalam dirinya. Antara ingin mengatakan "iya" namun kemudian masih bimbang mengingat hal-hal yang lalu. Kucoba berulang kali tuk menanyakan status ini pada orang tersebut, kulakukan hal-hal yang aku yakin bisa mendorongnya mngetakan "iya" dengan lantang. Namun mungkin masing masing dari kami memiliki alasan kuat tersendiri mengapa status itu penting atau tidak. Dia mungkin bisa memberikan alasan yang logis mengenai hal ini, tentang perhelatan antara keyakinan kami, hal-hal buruk yang menimpanya dulu, dan hal-hal lainnya. Tapi toh aku juga masih "in" padanya. Walaupun dia sudah membuat luka, dengan ber****** dengan orang lain. Memang cinta tak lebih dari alasan logis untuk mengatakan yang benar dan tidak untuk seharusnya. Dan akhirnyapun, dia mengiyakannya...