Kalau dikatak
an pacar, ada unsur antara ke-iya-an dan ke-ragu"-an di dalam dirinya. Antara ingin mengatakan "iya" namun kemudian masih bimbang mengingat hal-hal yang lalu. Kucoba berulang kali tuk menanyakan status ini pada orang tersebut, kulakukan hal-hal yang aku yakin bisa mendorongnya mngetakan "iya" dengan lantang. Namun mungkin masing masing dari kami memiliki alasan kuat tersendiri mengapa status itu penting atau tidak. Dia mungkin bisa memberikan alasan yang logis mengenai hal ini, tentang perhelatan antara keyakinan kami, hal-hal buruk yang menimpanya dulu, dan hal-hal lainnya. Tapi toh aku juga masih "in" padanya. Walaupun dia sudah membuat luka, dengan ber****** dengan orang lain. Memang cinta tak lebih dari alasan logis untuk mengatakan yang benar dan tidak untuk seharusnya. Dan akhirnyapun, dia mengiyakannya...





